Salah satu hewan yang pertama menarik perhatian Rey adalah burung. “Bish!” katanya.
“Bird, dek.”
“Bish!”
“Bird.”
“BIIIISSSSHHHHHHH!”
… … Ini persis ketika gw sama Wira (saat itu usia 2 tahun) gontok-gontokan soal warna hijau dan kuning (“Ini warna kuning, nak…” “IJO!” “KONEEEENGGGG!” “HEJOOOOOO!”)
Kalo berangkat sekolah naik LRT, kami selalu melewati jembatan penyeberangan yang banyak burung gagak berkeliaran.
“BISH! BISH! FAAAYYYY!”
Bird. Bird. Fly.
“Iya? Bird-nya fly? Bye bye bird, see you later. Bird-nya fly jauh ya?”
Bahasa anak Jaksel sonoan lagi.
Jadi akhir pekan lalu, kami memutuskan untuk berjalan-jalan ke KL Bird Park. Siapa tau anaknya semangat gitu kan.
Nah ya seperti biasa, namanya juga Kuala Lumpur; puanasnya Masya Allah. Itu foto di atas sebenernya kami udah setengah jalan, dan memutuskan untuk istirahat makan es krim. Saking panas dan hausnya, anak-anak makan es krim langsung digigit. Gw yang ketar-ketir liatnya, takut brain freeze.
Kirain Rey bakal seneng gitu kan liat banyak burung; apalagi KL Bird Park ini mayoritas burung-burungnya dilepas/ga dikandangin — kecuali beberapa spesies yang memang tukang berantem, teritorial, dan predator. Eh ndilalah anaknya di stroller begitu liat ada burung jalan mendekat langsung, “no! No! NO! NO! NNNOOOOOO!”
Dia baru anteng waktu liat burung yang ukurannya lebih kecil. Disinyalir si neng cilik panik liat hewan segede-gede gaban deketin dia takut disosor. Bahkan ketika kami masuk ke area kandang burung kenari, itu Rey juga masih protes karena berisik.
“NO! SSSSHHHH!” omelnya sambil mengacungkan satu jari di depan mulutnya.
Gw, ke Ari, “yah, Sayang, anaknya marahin burung tuh. Disuruh diem.”