Awal April lalu (tanggal 2 dan 3 April) kami sekeluarga berkunjung ke Singapura untuk liburan. Akhir Maret – awal April itu sebenernya juga karena Wira sedang libur sekolah sampai dua minggu *krik krik krik* Plus, bulan Februari lalu sebenernya kami juga berencana ke Singapura namun batal karena saya dan Wira tumbang karena virus dan sakit tenggorokan.
Ari sudah sangat familiar dengan Singapura. Saat kami masih pacaran, kami sempat menjalani hubungan jarak jauh dengan dia di Singapura dan saya di Jakarta. Paling tidak saat kami mampir ke sana, nggak buta-buta amat lah ya, hahaha.
Satu-satunya hal yang familiar di saya mengenai Singapura adalah Merlion. Dan kotanya yang katanya super bersih. Saya juga penasaran dengan angkutan umumnya, karena bahkan warga Kuala Lumpur pernah berkomentar ke saya kalau angkutan umum di KL itu masih kalah jauh dibandingkan oleh Singapura.
(Yang tentu saja saya terbengong-bengong dengernya. Untuk saya yang dari Jakarta ini, angkutan umum di KL itu SURGA. Kalau angkutan umum di KL dianggep bapuk, ya apakabar Transjakarta dan Commuter Line dong? *hiks*)
Kami tiba di Singapura siang hari — dengan penerbangan pagi. Satu hal yang saya pertama sadari saat di Singapura — terutama di antrian imigrasi — adalah: Garis pembatas antrian tidak dibutuhkan. Secara otomatis orang akan mengantri di depan loket yang tersedia. Tapi untuk selebihnya, tetap ada garis antrian. Kalau boleh dibilang, namanya juga bekas negara kolonial Inggris. If one man stood still long enough, a queue would form behind him.
Selama di Singapura, kami lebih sering menggunakan angkutan umum — terutama MRT. Saya sempet bingung apa bedanya MRT dan LRT, karena saya lebih sering menggunakan LRT di KL; dan buat saya, “lah dua-duanya sama-sama kereta kok…” Ternyata bedanya memang hanya di skala ukuran saja. MRT lebih besar, namanya juga “Mass Rapid Transit“; sedangkan LRT lebih kecil (Light Rapid Transit).
Kesan pertama? Singapura itu.. Panas. Bener-bener PANAS.
Saya kira saya sudah cukup tahan banting dengan panasnya Malaysia yang macam matahari ada tujuh di langit (ada becandaan orang Malaysia, kalo “here in Malaysia we have four seasons la: Hot, Really Hot, Damn Hot, and Fucking Hot“), tapi oh men, Singapura datang dengan gegap gempita macem nantangin, “SIAPA TADI YANG BILANG TAHAN PANAS HAH? SIAPA?”
Tips pertama: Bawa dan gunakan sunscreen/sunblock. Nggak usah tanya. Pokoknya iyain aja.
Saya jadi kepikiran deh, hari ini Malaysia sedang heatwave begini gimana di Singapura ya…
Nah, untungnya, Singapura juga punya banyak objek wisata dalam ruangan (indoor) berupa museum dan galeri seni yang rata-rata menggunakan AC, huhuy. Kalopun jalan-jalan di luar, banyak juga para uncle yang jualan es krim potong yang lehendaris itu. Harga masih sama, SNG$ 1. Kalau menggunakan roti, ditambah 20 sen. Sedap!
Karena hanya dua hari satu malam, kami nggak banyak berkesempatan berkunjung ke banyak tempat. Untuk area Orchard Road, saya pribadi nggak tertarik (tepatnya, karena nggak ada duit). Kami berkesempatan berkunjung ke Universal Studio di Sentosa Island dan Asian Civilizations Museum.
Sayang sekali saat di Asian Civilizations Museum, untuk sayap bagian Asia Tenggara sedang diadakan perbaikan; padahal saya penasaran sekali bagaimana kehidupan saat jaman pra-Sriwijaya.
Yang saya perhatikan, banyak sekali karya seni yang dipajang di ruang publik di Singapura — terutama stasiun MRT. Salah satu favorit saya adalah karya keramik di stasiun MRT Esplanade yang bertemakan Youth Olympic Games 2010.
Tentu saja, kunjungan ke Merlion adalah kunjungan wajib. Plus, saya mewakili WordPress di Singapura, hahahaha *hush!*
Semoga saja dapat berkunjung kembali ke Singapura bila ada rejeki. Terima kasih, Singapura!
2 responses to “02:58 PM. Halo Singapura!”
Iya, Kap. Heatwave. Panas.
….
PUANAAAAASSSSSSSS
T_T
Hopefully things are OK there and no dehydration case ya *hugs*