Sewaktu Wira bayi — oke, bukan bayi BANGET sih, kisaran usia 1-2 tahun lah. Toddler. Batita — dia sempat ikut les berenang di rumah temannya Ari yang kebetulan istrinya ini membuka les renang. Si istri sendiri ini sudah mempunyai sertifikat sebagai pengajar renang, terutama untuk anak-anak.
Sebab utama kami menginginkan Wira bisa berenang adalah karena berenang itu kemampuan bertahan hidup/life skill. Salah satu dari kemampuan bertahan hidup yang musti dan wajib dimiliki.
Ya namanya juga les berenang, otomatis ya anak-anak piyik-piyik itu dicebur-ceburin ke kolam renang. Diajak menyelam selama beberapa detik dan menggapai tepi kolam renang. Dan saat itu, Wira sangat menikmatinya. Ya saya juga (terpaksa) menikmati karena saya harus ikut berenang mendampingi Wira, hahaha.
Flash forward to today, ketika kami pindah ke KL, Malaysia, otomatis Wira berhenti les berenang. Proses adaptasi yang nggak mudah dan berbagai hal baru yang membuat kami bertiga jadi nyadar, “nyet, we only have the three of us lho…” membuat Wira sempet jadi menempel lebih posesif ke saya, hahaha. Jadi bisa ditebak: Dia takut kolam renang.
Jangankan berenang seperti dulu, masuk ke kolam renang saja harus menjerit-jerit dahulu. Yang stres ya saya dan ayahnya. Di satu sisi sebal kenapa anak ini penakut sekali, di satu sisi juga maklum karena namanya juga takut.
Sekian lama kami mencoba melatih Wira — dan selalu gagal. Sampai ada satu hari saya bertemu dengan sesama orang tua di sekolahnya Wira. Ibu ini mempunyai anak perempuan yang merupakan teman sekelas dan teman baik Wira. Saat itu kami sedang mengobrol kegiatan sehari-hari anak-anak, terutama olahraga, dan sempet lah tercetus soal berenang. Rupanya ibu itu juga mempunyai masalah yang sama: Anaknya takut air, apalagi berenang. Dia cerita kalau dia sedang mencari-cari guru renang dan menawarkan ke saya untuk mengikutkan Wira les berenang bersama anaknya supaya biaya les renang juga jadi lebih murah.
Saya setuju. Anaknya?
Awalnya Wira semangat banget. Karena dia kira hanya sekedar cipak-cipuk main air.
Begitu bertemu dengan guru renangnya dan diajak ke kolam renang, saya mulai deg-degan. Ibu teman Wira juga. “Aduh nangis nggak nih, nangis nggak nih, nangis nggak nih…”
Anaknya bolak-balik menatap ke arah saya. Dia sendiri ga yakin dan ragu-ragu. Tapi dia udah janji mau ikut les renang dan ga menangis (hahaha). Guru renangnya meyakinkan dia bahwa dia akan baik-baik saja.
Nah, teman sekolahnya Wira ini, ternyata adaptasi ke air jauh lebih mudah. Sebabnya? Dia ingin jadi putri duyung/mermaid, hahaha. Jadi begitu dibilang, “nanti bisa berenang seperti mermaid!” langsung nyebur lah dia. Wira, ngeliat temennya berani, mencoba berani dan ikut berenang. Awalnya masih takut-takut, namun pelan-pelan dia sudah mau ikut berenang. Kemarin, saat sedang berjalan-jalan di mall, Wira meminta dibelikan kacamata renang. “Biar mata Wira nggak perih pas berenang,” katanya. Ari belikan, dengan janji Wira akan rajin berenang dan senang berenang. Anaknya seneng banget, sampe kacamatanya nggak mau dilepas semaleman, hahaha.
Selamat berenang, nak. Latihan yang rajin ya.