• Ada yang familiar dengan Markdown?

    Misalnya, kaya kalo di WhatsApp nih; mungkin udah banyak yang ngeh kalo kita pake tanda bintang di antara kata atau kalimat, nah, kata dan kalimat di antara dua bintang itu jadi tebel/bold.

    Misalnya, **seperti ini** jadi seperti ini.

    Nah, itu Markdown.

    Jadi Markdown itu versi lebih simpelnya HTML.

    Gw paham sih, kalo penggunaan Markdown ini masih lumayan terbatas dan banyak dari pengguna juga yang ga masalah dengan ngeblok/highlight sebuah kata atau kalimat dengan mouse lalu klik entah Bold, Italic, atau lain sebagainya.

    Tapi untuk beberapa orang yang mungkin pengen mempermudah kerja, terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan waktu dan tenaga yang intensif untuk mengetik, Markdown ini lumayan membantu. Ibaratnya, tangan ga usah bergeser dari keyboard dan cukup mengetik terus (oke, tentu saja kita harus mikirin soal Carpal Tunnel Syndrome ya. Keep those stress ball ready, guys.)

    Gara-gara nulis soal HTML dan CSS kemarin, gw jadi keliaran di artikel-artikel A List Apart sampe repo GitHub soal Markdown. Untuk pekerjaan sehari-hari, Markdown kepake banget di gw. Tinggal ngetik, lalu ketika di-publish, semuanya udah beres tampilannya; bahkan tangan gw ga perlu bergeser untuk megang mouse.

    Gw berpikir untuk mengaktifkan fitur Markdown di blog ini, cuma gw agak kepikiran karena ini bakal mengubah BANYAK hal, hahaha.

    I know I should know the answer to this, but I’m not so sure, hmmmm. Jadi gw mengaktifkan fitur Markdown di blog gw ini, tapi gw kurang yakin apa gw tinggal nulis aja gitu —- terutama kalo di app —- atau ya musti pake Markdown Block. Tulisan ini sendiri ditulis pake Markdown, dan jujur, ini nolong banget buat gw. Ibaratnya tinggal ngetik weh ga usah mikirin klik nganu-nganu.

    BTW, kalo ada yang pengen tau soal Markdown, bisa dibaca-baca di sini:

    • Markdown Quick Reference: https://en.support.wordpress.com/wordpress-editor/blocks/markdown-block/
    • Markdown Project: https://daringfireball.net/projects/markdown/
    • Markdown (Wikipedia): https://en.wikipedia.org/wiki/Markdown
    Category:
  • “This new dynamic is the Faustian bargain of a connected life, and it changes the value equation involved in choosing to adopt the next big thing. Our decisions become less about features and capabilities, and more about trust.”

    Read more: Why Technology’s Early Adopters Are Opting Out

    Category: ,
  • Years ago, my colleague Molly Holzschlag used a variant of this story to explain the importance of understanding our tools. When it comes to complex machines like cars, knowing how they work can really get you out of a jam when things go wrong. Fail to understand how they work and you could end up, well, buzzard food. At the time, Molly and I were trying to convince folks that learning HTML, CSS, and JavaScript was more important than learning Dreamweaver. Like many similar tools, Dreamweaver allowed you to focus on the look and feel of a website without needing to burden yourself with knowing how the HTML, CSS, and JavaScript it produced actually worked. This analogy still applies today, though perhaps more so to frameworks than WYSIWYG design tools.

    From URL to Interactive — Aaron Gustafson

    Ada yang bilang, “the ability to learn and to study is a privilege.” Di Twitter juga beberapa kali ada obrolan soal privilege dan diskusi soal apa sih privilege itu.

    Privilege /?pr?v?l?d?/ n. a special right, advantage, or immunity granted or available only to a particular person or group — Dictionary.com

    Dalam bahasa Indonesia… Apa ya? Hak? Kurang tepat, sebenernya. “Kelebihan”, mungkin ya?

    Kenapa gw ngomongin soal privilege padahal pembukanya soal belajar HTML dan CSS, karena gw tau kalo belajar hal-hal yang… Ga awam diajarkan di sekolah publik/sekolah umum, seperti HTML dan CSS ini, adalah sebuah kelebihan. Nggak semua orang punya waktu, energi, dan akses untuk belajar “bahasa” baru seperti HTML dan CSS, jadi gw ga pengen juga seperti memaksakan kehendak LU HARUS BELAJAR HTML DAN CSS DAN JAVASCRIPT LHO YA.

    Kenapa gw ngobrol gini, karena… Oke lah, kira-kira hampir 2 bulan gw di Automattic, salah satu isu yang gw sering pegang adalah CSS Customization dari user. Untuk user dengan langganan Premium, mereka bisa ngedit CSS dari Dashboard mereka (How to Add Custom CSS)

    Nah, ada beberapa situasi ketika kita bertanya soal tampilan situs kita, “kok tampilannya gini ya? Kayanya di live demo ga gitu deh!” Lalu ketika dicek, oh, ternyata ada CSS yang bikin tampilannya jadi berubah. Seperti batu nyemplung ke air. Ripple effect. Kadang ada juga yang CSS-nya konflik. Harusnya teks warna merah, dikasih CSS jadi warna biru, lalu ada tombol yang latar belakangnya biru juga jadi lah teks ga kebaca.

    Jadi kalo ada waktu dan mungkin lagi pengen belajar sesuatu yang baru — sementara mungkin belum terbiasa dengan bahasa pemrogaman seperti HTML dan CSS, gw saranin belajar HTML dan CSS deh. Seru lho.

    HTML

    HTML (Hypertext Markup Language) itu sebenernya cukup “terus terang”. Ada teks yang mau dibikin tebel seperti ini; nah itu nulis kodenya gimana?

    Di HTML, ada istilah ‘b’ yang artinya ‘bold’. Tebal. Atau ‘strong’. Sebenernya fungsinya sama, cuma lebih ke konteks. ‘Bold’ itu artinya ya menebalkan huruf, sementara ‘strong’ itu lebih ke… Membuat sebuah karakter lebih bisa terbaca. Lebih jelas gitu.

    Jadi kaya contoh di atas, mau bikin tulisan “seperti ini” dan tebal. Nulisnya gimana?

    <strong>seperti ini</strong>

    Atau…

    <b>seperti ini</b>

    Mungkin biar lebih jelas, bisa pake kalimat dengan tampilan yang berbeda ya 🙂

    Misalnya, kalimat begini:

    Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai.”

    Kalo dilihat dari kutipan di atas, yang perlu diset dalam HTML adalah kata “jangan” (tebal) dan “bukan berarti” (miring/italic). Jadi kalo dalam kode HTML, gimana? Nah, kalo untuk menebalkan tulisan bisa pake “b”, kalo untuk membuat tulisan miring/italic, bisa pake “i” (atau “em” dari “emphasis“.)

    "<b>Jangan</b> sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi <i>bukan berarti</i> aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai."

    Nah, semoga cukup jelas ya 🙂 Ini semacam pengenalan awal mengenai HTML. Menyenangkan lho!

    CSS

    CSS. Cascading Style Sheet. Cascade itu secara harafiah seperti air terjun. Tumpah blar dari atas. Jadi kalo HTML di atas itu kita musti masukin kodenya satu-satu per kata, CSS ini macem temen baiknya yang membantu pekerjaan HTML sedikit lebih mudah. Macem sidekick gitu lah.

    Kok kaya air terjun? Jadi gini, CSS itu sederetan kode dengan perintah-perintah tertentu yang menentukan sebuah elemen dalam kode itu ditampilkan. Dalam CSS, ada yang namanya “id” dan “class”. Kita bisa menulis perintah untuk class atau id yang spesifik, dan diterjemahkan di HTML.

    Bingung? Sama, hahaha.

    Jadi misalnya ada kode CSS berikut:

    h1 {
    text-align: center;
    color: blue;
    font-size: 40px;
    }

    Itu berarti setiap kode HTML yang ada gerbang pembuka (dan penutup) berupa “h1”, akan berwarna biru, berukuran 40 pixel (guede itu), dan lokasinya di tengah area tulisan/center.

    Lho, kok ini memudahkan? Emang kaya gimana sih memudahkannya?

    Kalo ga ada CSS, kebayang ga musti nulis setiap nulis kode? Terus di satu halaman itu butuh 50 “h1”?

    <h1 align="center" color="blue" font-size="40px">Heading Here</h1>

    Ngirim kode ke gebetan aja setengah mati, apalagi ini nulis kode begini mulu tiap ngetik apa ga setengah idup jadinya. Dengan CSS, cukup aja nulis gini:

    <h1>Heading Here</h1>

    Wis itu thok. Udah otomatis langsung ke-set warna biru, ukuran tulisan nganu, posisi teks nginu.

    Jadi CSS itu ibarat, “POKOKNYA kode HTML yang identitas atau class-nya anu, mempunyai tampilan yang inu! Lu cukup ngetik ID atau class aja cukup.”

    Tapi jujur ya, se… ‘Gampang-gampang’nya CSS, makin banyak pake CSS, makin pusing, hahaha. Serius. Ada lagi nanti tuh macem “blog.page”, terus “blog-id-5839”, opo meneh kuwi, hahaha. Tapi seru lho, beneran.

    Buat yang ingin belajar atau cukstaw soal HTML dan CSS, boleh cek-cek lho di sini:

    “Kayanya asik tuh belajar CSS dan HTML!” (said no one ever) “Gimana caranya kalo mau liat HTML dan CSS di website gw ya?”

    Biasanya disebutnya itu backend. Alias dapurnya. Nah, kalo lu punya deretan file-file website (dan kalo lu paham musti buka yang mana, gw yakin lu ga butuh baca tulisan blog ini, hahaha,) itu cari yang berakhiran .css dan .html.

    Atau kalo mau iseng, misalnya lagi keliaran di website nih, bisa pake web inspector yang biasanya ada di browser.

    Kalo pake Chrome, bisa klik View > Developer > Developer Tools.

    Kalo pake Safari, bisa aktifkan Advanced dulu (Safari > Preferences > Advanced > “Show Develop menu in menu bar”) lalu baru klik Develop > Show Web Inspector.

    Kalo pake Firefox, bisa klik Tools > Web Developer > Inspector.

    Kalo pake Internet Explorer, lu ngapain sih kurang gawean mbok ya download aja itu Firefox atau Chrome pake IE hadeh.

    Ketika kita paham, atau minimal ngeh lah, gimana sesuatu hal itu bekerja, Insya Allah mudah untuk ngutak-ngutiknya 🙂

    Category:
  • Kapan ya… Tahun lalu? Dua tahun lalu? Kira-kira itu lah, gw dihubungin sama Nena. Nena nanya ke gw, gw lagi sibuk atau nggak. Saat itu… Gw lupa deh, gw udah hamil Rey belum ya… Kayanya sih lagi hamil. Hahaha, lupa. Jadi pas itu bisa dibilang ga yang sibuk banget gimana juga.

    Nena ngasih tau gw kalo ada kerjaan gambar nih buat gw. Ngegambar taneman — sayuran dan buah-buahan, tepatnya. Dia cerita kalo Greenhost Hotel di Yogyakarta lagi bikin konsep kebun di atap (rooftop garden) karena konsep Greenhost Hotel emang konsep hotel yang ramah lingkungan dan hijau. “Ketimbang masang foto taneman biasa, kita pengennya ilustrasi gitu, Kap…”

    Jadi lah, gw ngegambar sayur dan buah, hahaha. Nyoba beberapa teknik, karena gw belum terbiasa ngegambar tanaman. Pertama, mau pake outline kebiasaan gw (garis item tebel spidol), tapi kok… Jadinya… Ruwet amat…

    Ini ceritanya mint. Mint yang sangat ruwet.

    Nena ngasih tau kalo ini gambar nantinya akan dicetak di atas kayu triplek, jadi gw ngerasa itu mint kalo dicetak malah bikin syaraf petugas percetakannya nambah keriting. Lalu gw coba lagi kan, pendekatan yang lebih simpel.

    MONMAAP NEH, ITU DAUN BASIL ATAU DAUN JAMBU YES.

    Akhirnya gw nyoba pendekatan yang lebih halus. Gw konsultasi dulu sama Nena, kira-kira pihak Greenhost bakal cocok ga dengan gaya ini. Alhamdulillah mereka oke, jadi abis itu langsung lanjut.

    Pas itu, Nena ngomong, “jangan cerita dulu sampe semua oke ya Kap, hehehe.” Gw paham tentu sajaaa, hahaha. Ya namanya juga kerjaan kan. Nah, terus tadi barusan banget nih, gw buka Instagram. Ngeliat, lho kok gw di-tag. Sama siapa? Pas gw buka…

    Yeay! Alhamdulillah! Bangga banget, hahaha. Jadi kalo lagi main-main ke Yogyakarta, mampir-mampir ke Greenhost Hotel yaaa!

    Category:
  • Udah sebulan ini, kondisi kesehatan kami sekeluarga lagi rada ajaib.

    Dimulai dari… Dua minggu lalu? Ketika Ari mendadak kena cacar air. Awalnya ya jelas beliau ini protes berat. Kok bisa kena cacar air, ini kan cuma penyakit anak-anak, apa itu cacar air kok ga elit badan bruntusan gatel semua. Tapi dokter ya udah bilang, “cacar.” Jadi ya nrimo.

    Selama Ari cacar, gw agak ragu-ragu dengan anak-anak. “Tularin ga ya,” gitu batin gw, hahaha. Soalnya cacar air ini kan kaya kena sekali seumur idup ya. Dulu waktu adek gw yang bungsu kena cacar air, gw sama sodara gw yang lain malah sengaja ditularin sama nyokap gw. “Biar sekalian,” katanya. Tapi kalo di situasi gw yang musti kerja juga, kalo kepikir musti ngangon bocah dua ekor — yang satu jelmaan bola bekel pula — selama seminggu itu rada… Tertekan.

    Nah, Ari mulai sembuh kan. Rey kok mulai ya… Batuk pilek bersin-bersin ingus meler. Okeee, ini bocah piyik mulai batuk pilek. Sempet badan anget sehari, tapi abis itu mendingan lagi (selepas dibalurin Vicks sebadan-badan sampe kaki.)

    Nah. Besoknya. Wira mengeluh matanya merah dan mengeluarkan banyak sekali kotoran.

    Matek. Conjunctivitis alias pink eye alias belekan. Penyakit mata yang disebabkan virus dan super menular. Gw pasrah aja pas itu kalo ada yang kena di keluarga.

    Gw yang kena dooong. Ga sampe parah sih, soalnya gw kan rada rese kalo badan mulai ngaco. Langsung itu nenggak vitamin, pake obat tetes mata rutin, dan banyakin makan buah. Cuma namanya juga belekan, itu ganggu banget karena mata gatel.

    Lalu semalem, selepas Ari nyelimutin Wira untuk bobo malem, Ari masuk ke kamar sambil ngomong, “Wira kena cacar.”

    *ngibing*

    Wira komentar, “we are like the germ club. Germy Germ Club.” KUMAN NEMPLOK KOK BANGGA.

    Doping vitamin, buah, sayuran, dan air kelapa muda! Doanya semoga lekas sembuh ya, hahaha. Kalian juga sehat-sehat yaaa!

    Category:
  • Gw belum lama bekerja di Automattic; malah baru dua bulan lah, kalo diitung sama masa Trial, jadi bisa dibilang pengalaman gw masih cetek banget dibandingkan dengan para Happiness Engineer yang lain.

    Nah, selama dua bulan itu, dalam jam-jam Support gw, kadang gw suka bertemu dengan pengguna/user yang masih sangat awam dengan pengetahuan mengenai website dan domain. Bisa jadi mereka baru banget belajar membuat website, bisa jadi mereka belum pernah berurusan dengan hal teknis dalam membuat website. Wajar banget lho, dan inget, nggak perlu meminta maaf kalo nggak tau! Gw juga baru ngeh oh domain itu begini bekerjanya, itu ya juga baru-baru ini, hahaha. Sebelumnya? Bengong DNS Records itu apa, CNAME itu buat apaan, MX itu makanan apa sampe sekarang juga masih gitu. Di Automattic, ada kredo favorit gw, “I’ll remember the days before I knew everything.” Jangan mentang-mentang sekarang udah tau, lalu jumawa.

    Nah, gw suka pake analogi kalo ngejelasin soal website dan domain ke pengguna. Kadang ada pertanyaan, “domain itu apa sih? Ini website gw di WordPress apaan dong?”

    Gw suka ngasih contoh pake toples biskuit/cookies.

    Website lu yang isinya konten; tulisan, foto, video, seeeegala macem, itu ibaratnya biskuit di dalam toples. Nah, domain itu apa? Domain itu label/stiker yang nempel di toples.

    Kalo di WordPress, ketika lu baru bikin website, biasanya udah dapet domain gratisan yang berujung .wordpress.com. Nah, misalnya nih, lu ga mau ah punya domain panjang gitu, yang gratisan gitu kesannya gimanaa gitu ga profesional buat bisnis kafe heits jualan kopi pahit sepahit rasa ditinggal pas lagi sayang-sayangnya (EH GIMANE GIMANE GIMANE.) Maunya punya domain kaya, misalnya, kopirasamantangebetan.com (MISALNYAAAA. KOK JADI CURHAT NEH MONGOMONG.) Nah, itu ya bisa.

    Dalam beberapa kejadian, dan sangat normal terjadi dan sering terjadi, ada satu website punya banyak label alias punya banyak domain. Jadi ada domain kopirasamantangebetan.com, domain inikopinyamantangebetangue.com, domain guesumpahinmantangebetanguewasirantujuhtahun.com yang nyambung ke satu website yang sama. Jadi ya kaya toples biskuit yang labelnya banyak.

    Selain analogi toples biskuit, bisa juga seperti analogi lu manggil temen lu dengan banyak nama panggilan. Orangnya satu, tapi namanya banyak. Contoh? Gw.

    Gw mau dipanggil “Retno,” “Nindya,” “Kap,” “Kappa,” “Kapkap,” “Cupcup,” “Kaps,” “Kappy,” itu ya tetep nyaut.

    “A ball of crippling anxiety and creeping feeling of impending doom.” “Yes.”

    Tapi musti diinget, ada yang namanya Primary Domain. Primary Domain itu semacem domain utama yang menjadi identitas utama situs itu. Kalo pake contoh nama panggilan di atas, ya gw emang punya banyak nama panggilan, tapi gw ada nama ‘asli’ yang memang terdaftar di pemerintah dan menjadi identitas gw.

    Kalo untuk domain, jadi ibaratnya itu, lu ngetik domain inikopinyamantangebetangue.com atau domain guesumpahinmantangebetanguewasirantujuhtahun.com, pas website-nya kebuka, domain yang nongol di address bar browser lu adalah kopirasamantangebetan.com.

    Nah, segini dulu ceritanya ya, hahaha. Gw belum sempet gambar-gambar yang lainnya lagi. Insya Allah berikutnya mau cerita soal domain mapping dan domain registration.

    Category: ,