Abis nonton ‘Sour Grapes’ di Netflix sambil ngelipet baju (penting yeee diceritain) terus abisannya bengong.
Gw orangnya baperan, jadi ya kalo abis baca buku atau nonton film ya pasti… bengong. Kaya butuh waktu beberapa menit kembali ke dunia nyata, heuhe.
Gw pernah baca sekilas banget soal kasus penipuan anggur ini. Kenapa sekilas, karena artikelnya, ummm, panjang. Ya, saya udah masuk ke generasi malas-baca-panjang-panjang dan short attention span; thanks but no thanks to the Internet (lha iki piye malah nyalahin Internet.)
Ini artikel yang dimaksud:
Collecting vintage Burgundies, Rudy Kurniawan drove the rare-wine market to new heights, then began selling his treasures. Or so it seemed. Michael Steinberger uncorks what may be the largest case of fine-wine fraud in history.
Yaaa awalnya baca juga karena, “WAH! ORANG INDONESIA!” (we tend to feel closer to our fellow countrymen, yes) terus bengong juga. Eanjir itu bisa nipu anggur mihils bingits sampe jutaan dolar itu manusia beneran dan duit beneran? Bukan modal nyabut bulu ketek? TERUS ORANG INDONESIA?
Gw pribadi suka sekali dengan kisah/cerita, film, dan/atau serial TV yang berhubungan dengan penipuan (scam/hustle). Gimana ya… Ada sebabnya kenapa para pelaku ini disebut con-artist. Penipuan sendiri ada short con, ada long con. Penipuan jarak pendek itu ya biasanya tipu-tipu yang sering didenger di media kaya orang pura-pura ga punya duit buat mudik lalu minta duit ke orang lain mengandalkan belas kasihan, dan lain sebagainya. Penipuan jarak panjang itu lebih detil, lebih punya “cerita” — kasarnya, lebih serius nipunya. Penipuan investasi bodong itu termasuk long con buat gw sih ya.
Untuk gw yang paranoid, tentu aja kisah-kisah penipuan gini bisa dibilang bikin gw makin parno. Ya ga juga sih yaaa… Apa ya, lebih skeptis mungkin? That “are you fucking kidding me”-attitude. Tapi ya kemungkinan besar gw toh tetap bisa jadi target penipuan juga ya.
Kembali ke dokumenter ‘Sour Grapes’ ini. Awalnya adalah seorang anak muda, Rudy, yang mendadak muncul di acara lelang anggur mahal/vintage dan membeli anggur lelangan dengan harga tinggi. Rudy ini menarik perhatian banyak orang, bahkan termasuk media, karena kenekatannya membeli anggur mahal — rata-rata burgundy — dan pengetahuannya yang sangat luas mengenai anggur di kalangan wine connoisseurs. Konsumsi anggur saat itu tergolong cukup tinggi dikarenakan kondisi ekonomi sedang sangat baik — dan anggur menjadi salah satu sarana untuk menunjukkan gengsi/prestige.
Banyak hal abstrak di dunia ini yang untuk menentukan sebuah kualitas kadang ga pake standar/kualifikasi secara saklek; dan kalopun ada, ga semua orang bisa. Misalnya, kopi. Gw ini orang yang ga bisa bedain kopi blas. Jadi jangan kasih gw kopi mahal, sayang soalnya. Kemungkinan besar gw ga bisa menghargai kopi mahal karena gw ga tau bedanya dengan kopi-kopian (ya tiap pagi gw juga minumnya kopi instan jeh.)
Anggur, salah satunya. Wine connoisseur, kolektor, dan pemilik kebun anggur tau betul jenis anggur yang bagus dan emang otentik. Tapi sebagian besar dari konsumen anggur banyak yang awam atau ya sekedar penikmat anggur kasual.
Paling parah; ga tau apa-apa tapi demi gengsi berusaha gembar-gembor (keeping up with the Joneses)
Nah, ini yang sering diincar oleh penipu.
Rudy sering berbicara bahwa dia punya koleksi anggur klasik yang berharga tinggi yang dia jual melalui lelang; dan itu ga masalah kalo bener.
Seringnya: “The consignment included one bottle of 1929 Ponsot Clos de la Roche, a grand cru (Burgundy’s highest designation) that the domaine did not produce under its own label until 1934.”
Ngakunya punya Ponsot Clos de la Roche keluaran tahun 1929. Padahal kebun anggur Ponsot di Burgundy sendiri BARU PUNYA label sendiri (Ponsot) tahun… 1934.
Laurent Ponsot, pemilik kebun anggur Ponsot (usaha turun temurun keluarganya), memutuskan menyelidiki asal muasal anggur-anggur palsu ini. Ketika dia tiba di New York, dia menghentikan pelelangan 97 botol Ponsot karena dia percaya bahwa semuanya itu anggur palsu.
Ponsot sempet bertemu Rudy beberapa kali, dengan niat baik untuk ngasih tau Rudy bahwa anggurnya palsu dan Ponsot ingin tau dari mana Rudy dapet anggurnya itu.
Setelah diputer-puterin sama Rudy, dan setelah pihak FBI ikut menyelidiki, akhirnya ketauan lah kalo Rudy sendiri yang memalsukan anggur-anggur itu.
Menariknya, masih ada beberapa orang yang meyakini kalo Rudy ga bersalah; bahwa apa yang Rudy lakukan itu ‘cuma’ “reliving the experience.” Entah denial atau apa ya, hmmm.
Gw merekomendasikan film dokumenter ini untuk siapapun yang tertarik dengan kisah penipuan. Untuk generasi X ke atas — terutama yang tau kejadian 1998 — gongnya itu ketika dijelasin Rudy itu keponakannya siapa. Four out of five stars.