I know the reason I waited was actually quite simple: stigma. Women are supposed to love motherhood and embrace it with unbridled enthusiasm. So what, I thought at the time, was wrong with me?
My Postpartum Depression Did Not Make Me A Bad Mom
Saya mengalaminya juga. Belum sampai tahap postpartum depression (saya rasa lebih ke baby blues) tapi saya merasa bahwa hal seperti ini jarang, atau malah tidak pernah, dibicarakan oleh masyarakat.
Seorang ibu HARUS bahagia saat melahirkan anaknya.
Seorang ibu HARUS bahagia saat menyusui anaknya.
Seorang ibu HARUS tampak menyayangi anaknya.
Karena itu yang sering ditampilkan di media, bukan? Foto ibu yang tersenyum penuh mesra ke bayinya di iklan produk bayi atau apalah itu.
Padahal itu juga bukan ibu dan anak betulan. Hanya model iklan.
Iya, ada ibu yang bahagia luar biasa saat melahirkan si bayi.
Tetapi ada juga ibu yang ketakutan. Tidak tahu harus bagaimana.
Dan masyarakat tanpa kenal ampun akan menuding ibu itu bahwa “KAMU BUKAN IBU YANG BAIK. KAMU IBU YANG JAHAT. KAMU BINATANG.”
Benarkah begitu?
Seorang ibu bisa tertekan. Seorang ibu bisa menangis. Seorang ibu bisa merasa buntu dan tidak tahu harus bagaimana. Seorang ibu bisa merasa kesepian saat dia harus mengasuh anaknya sedangkan si suami pergi ke luar rumah dan bekerja — bersosialisasi. Seorang ibu bisa melihat dirinya telanjang di depan cermin — melihat semua bekas parut-parut stretch mark — dan merasa dirinya sangat buruk rupa serta berpikir “kalau saya tidak hamil, ini tidak akan terjadi.” Seorang ibu bisa melihat anaknya dan berpikir andaikan saja si anak tidak ada mungkin hidup dia akan baik-baik saja dan lebih bebas. Seorang ibu bisa melihat ke anaknya dengan penuh amarah dan berteriak, “andaikan kamu tidak ada, aku bisa menggapai cita-citaku!”
Dan itu normal. Sungguh.
Dan setelah mengalami semua itu, tetaplah si ibu memasang wajah dan jiwa yang gagah berani untuk mengasuh anaknya dengan penuh kasih sayang dan percaya bahwa dia bisa menjadi ibu yang lebih baik lagi.
Rasanya saya ingin memeluk jiwa-jiwa hebat itu. Sungguh.