Beberapa hari lalu, saya berkunjung ke Galeri Petronas untuk melihat-lihat pameran #tanahairku. Pameran #tanahairku ini diadakan sepenuhnya oleh pihak Petronas dan isi pamerannya, sesuai namanya, berhubungan dengan Malaysia, warganya, kehidupan sehari-hari yang “Malaysia banget”, dan iklan-iklan televisi (TVC) Petronas yang biasanya ditayangkan setiap hari besar di Malaysia. Petronas mempunyai semacam “kebiasaan” untuk meluncurkan TVC yang berkaitan dengan perayaan hari keagamaan atau hari nasional di Malaysia; misalnya, Hari Kemerdekaan Malaysia, Deepavali, Idul Fitri/Hari Raya, Tahun Baru Imlek/Chinese New Year, dan lain-lain. TVC Petronas sendiri terkenal mengharukan dan selalu sukses membuat nangis penontonnya, hahaha.
Saya sendiri kurang tahu sampai tanggal berapa pameran #tanahairku ini berlangsung; jadi kalau temen-temen ada yang sempet mampir ke Kuala Lumpur dan berjalan-jalan di area Suria KLCC, bisa mampir saja dan melihat-lihat pamerannya. Gratis lho! Hahaha.
Tepat begitu kita masuk ke dalam galeri di bagian penerimaan tamu, tampak sudut ruangan yang didekor persis seperti kopitiam/warung kopi.
Satu hal mengenai rakyat Malaysia yang saya tahu adalah betapa terobsesinya mereka dengan makanan. Saya rasa itu hal yang ada juga di rakyat Indonesia, hahaha. Orang Indonesia dan Malaysia sama-sama suka makan dan makan makanan enak. Budaya kopitiam di Malaysia muncul dari budaya Peranakan — yaitu gabungan antara Melayu dan Cina di Malaysia. Biasa disebut sebagai “baba” dan “nyonya”, budaya minum kopi sambil makan roti bakar dengan selai sarikaya menjadi salah satu bagian penting di Malaysia. Saya sendiri belum mengerti kenapa yang lebih beken adalah kopi, mengingat Cina adalah salah satu konsumen dan produsen teh tertinggi. Apabila dirunut dari sejarah kolonial Inggris, seharusnya juga teh yang menjadi minuman utama. Tetapi entah bagaimana kopi juga menjadi salah satu faktor penting dalam budaya kuliner Malaysia.
Omong-omong soal teh dan Inggris, bukan berarti teh dilupakan di sini ya. Malah jauh dari itu. Malaysia sangat bangga dengan teh ais (es teh) mereka, dan sesuai dengan gaya mereka, teh di Malaysia merupakan gabungan teh, susu, dan gula. Tea time? Oh tentu saja ada. Di Malaysia malah dikenal beberapa jam makan: Sarapan, makan tengah hari/makan siang, minum teh (afternoon tea/tea time), makan malam — dan kadang, makan larut malam (supper).
Ada beberapa kuliner Malaysia yang menjadi ciri khas mereka dan merupakan asimilasi dari tiga budaya besar di Malaysia: Melayu, Cina, dan India. Misalnya, mee rojak, mee kari, karipap (curry puff), roti naan dengan selai sarikaya, dan lain-lainnya. Makanan-makanan fusion ini menjadi bagian dari berbagai macam kopitiam dan dapur mamak di Malaysia dan kekayaan kuliner negara ini.
Bagaimana dengan Indonesia di Malaysia? Nah, menariknya, orang Malaysia — sesuai dengan kesukaan mereka dengan makanan — juga menerima dengan tangan terbuka pengaruh makanan Indonesia. Malah, salah satu kuliner Indonesia yang sudah lama ada mulai menjadi makanan favorit orang Malaysia, yaitu ayam penyet/pecel ayam. Bakso dan soto juga mulai menjadi favorit di sini. Orang Malaysia sendiri juga nggak asing dengan kuliner Indonesia, karena banyak orang Malaysia yang suka berjalan-jalan di Bandung untuk berbelanja. Ada minuman khas Malaysia yang bahkan diberi nama sesuai dengan kota di Jawa Barat itu: Bandung Ais. Campuran susu kental manis dan sirup mawar diberi es. Segar dan manis.
Kembali ke pameran; pameran ini bersifat interaktif, sehingga pengunjung bisa berfoto bersama barang-barang pameran. Sangat menyenangkan dan sangat ramah terhadap anak-anak. Pengunjung juga bisa duduk-duduk di kursi yang disediakan (tentu saja dengan setting kopitiam, hahaha)
Di setiap ruang pamer, kadang ditampilkan iklan TVC Petronas melalui overhead projector atau pengunjung bisa menontonnya melalui iPad yang disediakan.
Salah satu favorit saya adalah ini:
Bulan Mei 1969, Malaysia mengalami kondisi darurat saat terjadinya perpecahan sipil antar ras. Entah apakah ini suatu kebetulan, di bulan Mei 1998 Indonesia juga mengalami kondisi darurat saat terjadinya reformasi nasional dan bentrok ras. Sama seperti iklan Petronas yang ditayangkan ini, selepas itu banyak ajakan dan anjuran untuk Indonesia selalu bersatu, terlepas dari ras dan agama.
Saya mengunjungi pameran ini dua kali, dan untuk yang keduakalinya saya bersama Wira — dan ini adalah kunjungan galeri seni pertama dia. Karena ini pameran interaktif, Wira sangat senang bermain dan mencoba banyak benda pameran.
Untuk foto-foto yang lain, bisa dilihat di sini: #tanahairku Exhibition