Kapan hari gitu kan saya pernah nulis soal digital kidnapping ya. Terus saya keinget satu kejadian di Path.
Jadi namanya social media itu ya ada gunanya juga lah ya. Dari nyari pacar *eeeeeh* sampe laporan tindak kriminal ke pihak terkait atau laporan langsung (citizen journalism). Salah satu yang sering dipake itu laporan orang hilang.
Biasanya disebar di Twitter, dan kadang untuk versi sedikit lebih panjang lewat Facebook atau Path. Walopun Path itu private, biasanya pengguna Path (yang mayoritas orang Indonesia) itu nge-repath foto atau screen capture teks lalu diunggah dari akun dia sendiri.
Nah, beberapa bulan lalu sempet nyebar nih di Path informasi anak hilang. Anak perempuan, ciri-ciri begini, hilang di area mana dan jam berapa, serta orang yang bisa dihubungi.
Awalnya ya biasa lah ya; temen saya yang kebetulan punya temen Path banyak banget mengunggah informasi itu di akun Path-nya. Respon mulai muncul — dari simpati sampai doa.
Lalu ada satu komentar.
“Lho, ini kan ponakan gue?! Lho, kok dibilang hilang sih?? Ini anaknya ada kok sama orangtuanya di rumah gue!”
Eng ing eng.
RUSUH LAH ITU LANGSUNG YA SODARA-SODARA.
Yang komentar langsung klarifikasi.
“Iya, ini anak kakak gue! Gimana sih, anaknya gapapa kok! Ini sama orangtuanya di rumah gue, lagi ada acara keluarga!”
“Terus ini contact number nomernya siapa?”
“Lah itu nomer hape suami kakak gue…”
Lhoh.
Bingung ga sih jadinya.
Entah apa maksudnya individu yang ngambil foto anak orang lalu dibilang “anak hilang” dan entah kenapa kok pake nomer handphone si ayah. Kalo dibilang iseng, itu kelewatan. Pernah lho, tahun 2008-2009 gitu ada film horor Indonesia bikin “promosi” dengan cara nyebarin berita anak hilang — yang ternyata anaknya hilang karena diculik pocong. Bzzzzt. Habis lah itu pihak promosinya dimaki-maki sama pengguna Twitter.
Jadi ya tetep sih maksud saya nulis kaya gini. Hati-hati sama informasi pribadi mengenai diri kita dan orang terdekat kita. Kasarnya, Allah udah nutupin aurat dan aib kita, jangan lah malah kita yang mengumbar kemana-mana.