Kemarin Pagi…

IMG_0654

Kemarin pagi.

Mual hebat di tengah jalan, sampe harus duduk di emperan trotoar supaya nggak ambruk. Kadang bingung juga sama kehamilan kali ini, hahaha. Kadang rasa mual masih menyerang, padahal sudah masuk trimester kedua. Kemungkinan besar mual-mual dikarenakan asam lambung, bukan karena hormon, jadi ya… Dipaksa badan untuk makan. Padahal di kehamilan yang kali ini, nafsu makan saya malah biasa-biasa aja.

Memutuskan untuk sarapan episode dua: Roti panggang dengan telur dadar yang dicampur tomat dan turkey ham (daging kalkun olahan), sampingan kentang, dengan susu cokelat. Selama hamil ini, aduh, sebisa mungkin kurangi teh. Kalopun iya minum teh, tidak boleh terlalu kental/gelap dan musti dicampur krim atau susu. Kopi? Dadah dulu deh, hahaha.

Banyak pekerja kantoran yang juga sedang menikmati sarapan. Beberapa malah ada yang membuka laptop sambil mengunyah rotinya pelan-pelan. Beberapa malah tampak melupakan kopinya yang mulai mendingin. Saya malah lebih tertarik dengan timeline media sosial ketimbang novel ‘Anansi Boys’ karya Neil Gaiman yang entah sudah berapa bulan saya lupa lanjutkan (yes, I’m guilty for that…)

Sebenarnya itu bukan pertama kali saya membaca novel ‘Anansi Boys’ karya Neil Gaiman. Itu adalah kali kedua saya membaca novel itu. Pertama kali saya membaca ‘Anansi Boys’ itu tahun 2008-2009an, dipinjamkan oleh salah seorang teman saya. Masalahnya, saat itu bahasa Inggris saya nggak terlalu bagus. “Nggak terlalu bagus” dalam konteks prosa/sastra. Saya memang terbiasa membaca teks bahasa Inggris, namun hanya dalam lingkup textbook/ruang kelas. Saya belum paham blas bahasa sastra dan berbagai macam ungkapan dalam sebuah karya. Bisa ditebak, saya lebih banyak bingungnya ketimbang bener-bener menikmati karya.

Saya mulai ngeh membaca karya dalam bahasa Inggris itu kapan ya… Saya lupa tepatnya, tapi novel bahasa Inggris yang AKHIRNYA saya pahami adalah ‘The Name of The Rose’ karya Umberto Eco. Itu juga adalah kali ke… Tiga (?) saya membaca karya itu. Dua kali saya membaca karya itu, dalam bahasa Indonesia. Nah, saya suka dengan karya itu, tapi saya bilang… Membosankan.

Ketika saya membaca ‘The Name of The Rose’ dalam bahasa Inggris — oke, sekarang saatnya kalian sebut saya orang sombong dan elitis — saya bener-bener kagum. “EH LHO KOK BAGUS? KOK GW PAHAM? KOK KEREN? KOK NGGAK NGEBOSENIN?”

Sejak itu lah saya mulai membaca ulang banyak karya-karya terjemahan yang pernah saya baca. Menariknya, beda bahasa beda jendela. Entah bagaimana caranya, saya belajar ungkapan dan pemikiran baru padahal konsepnya sama namun berbeda bahasa.

Nah, pe-er saya adalah… Bagaimana caranya saya bisa konsentrasi membaca dan bukannya ngeliatin handphone saya terus, hahaha.

One response to “Kemarin Pagi…”

  1. z. imama Avatar

    Halo Mbak Nindya! Iya nih, saya belakangan lebih sreg membaca buku-buku berbahasa Inggris sekalipun edisi bahasa Indonesianya sudah ada di toko buku lokal. Saya sebenarnya bukan jago bahasa Inggris, tapi dulu pernah semacam “dipaksa” bergulat dengan buku berbahasa Inggris saat sekolah di SMA Kyoto Tachibana, Jepang, karena di sana cuma ada dua jenis buku bacaan: berbahasa Jepang lengkap dengan huruf kanji dan kana, atau buku-buku internesyenel dengan bahasa Inggris.

    …sekarang malah jadi ketagihan baca buku bahasa Inggris. Apalagi kini sulit sekali nemu penerjemah yang alih bahasanya sebagus dan semulus almarhumah Listiana Srisanti :”)

Get new post delivered directly to you!

Enter your email to subscribe!

Continue reading