Bagaimana Cara Membaca Kandungan Produk?

Kemarin saya kan nulis panjang lebar ya soal produk perawatan kulit beserta kandungan yang patut dihindari oleh bumil dan busui.

Nah, saya keinget nih, satu hal yang biasanya sering bikin jiper kita sebagai konsumen dan seringnya *uhuk* dijadiin klaim oleh pihak perusahaan untuk menjual barang ke kita: Daftar kandungan produk.

Saya pake contoh produk yang kemarin saya foto deh ya.

img_1098

Waduh, kandungannya kok nama-namanya ajaib-ajaib gitu ya? Ini pelajaran Kimia jaman SMU gimana nih, lupa semua. Anak IPS bingung ini bahasa planet mana ini *hehehe*

Oke, pertama-tama, kita liat dulu susunan bahan-bahannya.

Dalam daftar kandungan, zat atau bahan yang disebut pertama adalah bahan yang kandungannya paling banyak di produk tersebut. Teruuuuus sampe yang paling terakhir. Yang disebut terakhir? Ya yang kadar kandungannya paling sedikit. Setelah itu pun masih ada lagi, biasanya kandungannya sudah kurang dari 0.25% (? eh, atau 0.025% ya? Saya lupa…) dan dianggap nggak signifikan atau nggak berpengaruh di badan.

Inget nggak, kisaran tahun 2006-2007 sempet ada kasus heboh kandungan formalin di pasta gigi yang mereknya luar biasa beken di Indonesia?

Apakah iya, ada formalinnya? Iya.

Tunggu, jangan kaget dulu. Formalin, walopun kesannya “ngeri banget deh itu kan buat ngawetin mayat” itu ya memang… Pengawet. Formalin di produk-produk perawatan tubuh/toiletries itu biasanya ya emang untuk mengawetkan produk supaya ga cepet rusak atau jamuran, apalagi di iklim tropis seperti Indonesia.

Tapi, karena kadarnya yang sangat sedikit dan insignifikan di produk tersebut, jadi tidak ditulis oleh pihak produsen — dan memang sebenernya nggak perlu ditulis. Nah, kebetulan aja publik tahu dan isu itu diangkat, makanya akhirnya ditulis lah oleh pihak produsen.

Jadi liat di foto di atas, bahan yang disebut pertama — aqua — alias air adalah kandungan dengan kadar paling banyak di produk sheetmask itu. Baru lah diikuti propylene glycol, sodium hyaluronate, dan lain sebagainya.

Nah, kenapa ini penting? Jadi kita sebagai konsumen tau zat aktif apa saja yang signifikan di badan kita. Kasarnya, kalau tertera di daftar kandungan, berarti sedikit banyak berpengaruh di kulit kita. Ini penting untuk mengetahui zat yang sebaiknya kita hindari — seperti kandungan AHA/BHA, Retinol, dan lain sebagainya yang sebaiknya dihindari bumil dan busui.

Ini juga penting untuk mengecek ulang klaim produsen. Sering denger kan, “sabun wangi/parfum/lotion dengan esens bunga mawar atau mutiara blablabla”?

Nah coba deh cek daftar kandungannya, kalo iya mengandung ‘esens alami mawar’, itu zat nongolnya di deretan paling depan atau paling bontot, hehehe. Kalo paling depan atau deretan awal, ya minimal klaimnya bahwa “PASTI MENGANDUNG ESENS MAWAR ALAMI!” ya Insya Allah bener. Kalo paling bontot… Yaaa, kasarnya lebih banyak beli aer dikasih gliserin sama esens mawar barang setitik, hehe.

Untuk foto di atas itu sebenernya saya agak lega, hahaha. Klaim sheetmask di yang saya tunjukkan di atas adalah “mengandung zat alami aloe vera” (alias lidah buaya). Setelah air dan beberapa zat pengental, muncul aloe barbadensis leaf juice — alias sari lidah buaya. Jadi ya jujur lah yaa, hahaha.

Kadang ya dari daftar kandungan kita juga jadi ngeh zat aktif atau zat alami apa aja yang ditambahkan (contoh di atas, ada grapefruit dan ginkgo biloba). Dari situ kita bisa cek kalau-kalau kita ada alergi dengan zat tertentu, sehingga kita bisa menghindari suatu produk daripada kenapa-kenapa.

Kedua, kenali sifat dari bahan-bahannya. Ini sedikit belajar kimia ya. Saya sendiri bukan ahli kimia dan bukan peneliti di industri make-up. Nyuwun untuk teman-teman yang lebih paham kimia untuk menambahkan, mengurangi, ataupun mengoreksi saya di sini.

Secara dasar, apapun yang pake “-ol” itu biasanya masih sodaraan dengan alkohol. Ethanol, phenoxyethanol, dan lain-lainnya. Tapi jangan samakan “alkohol” di produk kecantikan dengan alkohol minuman atau alkohol 70% yang biasa dipake di RS. Alkohol di produk kecantikan biasanya berfungsi sebagai pelarut/solvent dan/atau antiseptik supaya produk kecantikan kita ga jamuran.

Berikutnya, acid alias asam. Nah ini nih yang kemarin disebut-sebut: AHA dan BHA. Dan ini juga yang sering jadi kekhawatiran pengguna produk kecantikan. Apakah asam bagus untuk kulit? Terlalu keras nggak ya? Asam sulfat gimana? *woy*

Secara umum, asam dianggap zat aktif — makanya untuk produk make-up yang eksfoliasi/exfoliating, AHA dan BHA sering banget dipake. Fungsinya adalah untuk merontokkan sel kulit mati di wajah supaya sel kulit baru bisa regenerasi. Nah, karena ini lah, sebaiknya kandungan asam/acid AHA dan BHA itu sebaiknya dihindari oleh bumil dan busui karena ditakutkan mempengaruhi si janin.

Tapi ada juga kandungan sintetis/buatan yang juga banyak terdapat di alam, citric acid misalnya. Dari namanya aja udah ketauan — citric alias citrus — yaitu keluarga sitrus atau yang awamnya dikenal sebagai… Jeruk. Nah, citric acid ini dianggap nggak terlalu signifikan untuk sistem tubuh secara keseluruhan dalam konteks produk perawatan kulit, sehingga bisa dianggap aman.

Selanjutnya, turunan dari amonia yaitu amine. Di contoh di atas itu disebut satu: triethanolamine.

Waduh, turunan amonia bau dong? Wah saya kurang tau ya, hahaha. Tapi ya seharusnya nggak. Fungsi triethanolamine di produk kecantikan sendiri biasanya berfungsi sebagai pH-balancing.

Nah, ada nih beberapa zat yang bunyinya kok “kimia banget” alias “bunyinya kaya laboratorium banget” (hahaha) padahal sebenernya sumbernya alami. Misalnya, glyceryl glucose. Padahal aslinya itu ya reaksi alami antara gliserol dengan glukosa dan awam terjadi di ganggang laut.

Sekali lagi, nyuwun untuk teman-teman yang lebih paham kimia untuk menambahkan, mengurangi, ataupun mengoreksi saya di sini.

Saya ngerti jipernya dan pusingnya baca kandungan zat produk. Lha kemarin saya sampe jereng mantengin kandungan produk perawatan kulit saya sampe tengah malem kok. Banyak istilah-istilah asing dan “aneh” buat kita, dan itu bikin kita takut atau panik. Wajar banget untuk khawatir, tapi Insya Allah, produk-produk yang dijual di supermarket, drugstore, dan toko kosmetik lainnya, selama sudah melewati kualifikasi FDA ataupun BPOM, Insya Allah aman untuk digunakan dan dikonsumsi.

Kalau ragu, jangan malu bertanya atau konfirmasi ke pihak produsen dan tenaga medis atau ahli di sekitar kita.

Sedikit cerita, waktu saya masih hamil Wira, saya parno (ya kapan sih saya nggak parno…) mengenai kandungan lotion yang saya pake. Kebetulan lotion yang saya pake itu merek SkinFood, sebuah perusahaan kecantikan Korea.

Di websitenya, udah diklaim bahwa SkinFood menggunakan bahan baku alami dan organik, sehingga seharusnya aman. Tetapi ya… Tahu lah saya gimana kalo panik yaa.

Jadi saya nelpon ke pihak SkinFood Indonesia. Saya lupa, itu ke kantor HQ atau ke cabang terbesar. Yang jelas, yang mengangkat telepon itu mbak-mbak staf SkinFood.

Saya nanya dong, “mbak, saya mau nanya nih. Saya kan lagi hamil, terus saya pake produk SkinFood yang lini ini nih. Ini kan mengandung vitamin C karena sumbernya jeruk ya mbak; nah ini aman buat ibu hamil nggak ya mbak?”

Mbak-mbak SkinFood — God bless her heart and the entire team of SkinFood Indonesia — mungkin belum pernah kali ya ditelepon mendadak sama mamak hamil recet kaya saya, jadi agak bingung juga jawabnya.

“… Errr, yaaaa, Insya Allah sih aman ya bu ya.

Soalnya SkinFood itu rata-rata bahan alami dan nggak pake pengawet berlebihan, apalagi kandungan yang berbahaya.

Anu, nama produk kita itu emang SkinFood, bu.

Tapi ya produknya jangan ibu makan.

Itu maksudnya “makanan buat kulit”, bu.”

#ngeeeeng

YAKALI MBAK, SAYA NENGGAK LOTION KAYA MINUM COCA-COLA.

Setelah itu sih jadi sedikit tenang ya, hahaha. Saya samperin tokonya lagi untuk rekonfirmasi kandungan (ya mengingat yang dicetak itu pake bahasa hangul kabeh jeh…) dan dibantuin Google Translate, akhirnya ya damai lah hati. Selese drama mamak parno babak sekian~

Jadi konsumen yang cerdas, supaya kita semua juga Insya Allah selalu sehat ya.

Get new post delivered directly to you!

Enter your email to subscribe!

Continue reading